Kembalikan Mahkota Kemenangan, Rachel Gupta Ungkap Sederet Kontroversi Ajang Kecantikan yang Diikutinya
Kapanlagi.com – Rachel Gupta, pemenang Miss Grand International 2024 asal India, menggemparkan publik setelah mengunggah video berdurasi 56 menit di kanal YouTube resminya. Dalam video tersebut, Rachel menjelaskan alasan di balik keputusannya mengembalikan mahkota kemenangan, sekaligus mengungkap serangkaian dugaan pelanggaran dan perlakuan tidak manusiawi yang dialaminya selama masa jabatannya. Pihak Miss Grand International (MGI) hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut.
Dalam pernyataannya, Rachel menyebut masa tujuh bulan sejak kemenangannya sebagai masa terburuk dalam hidupnya. Ia mengaku mengalami pelecehan, penelantaran, dan tekanan mental yang berkepanjangan dari pihak penyelenggara. Meskipun MGI berdalih mencopot gelarnya karena ia dianggap tidak menjalankan tugas di Guatemala, Rachel menegaskan bahwa dirinya diperlakukan secara tidak adil dan tidak manusiawi sejak awal penobatan.
Lebih jauh, Rachel membeberkan bahwa kehidupannya selama menjadi ratu kecantikan jauh dari kesan mewah. Ia ditempatkan di tempat tinggal yang tidak layak, tidak diberi dukungan finansial, dan dipaksa melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai advokasi yang ia pegang. Ia menutup video dengan pesan tegas kepada calon peserta kontes: “Jika kamu berpikir untuk mendukung atau mengikuti ajang ini, harap benar-benar sadar. Bahkan jika kamu menang, kamu akan sendirian.”
1. Tuduhan Pelecehan dan Perundungan Fisik
Rachel mengungkap bahwa selama menjadi Miss Grand International, ia mengalami pelecehan verbal dan fisik yang dilakukan oleh pihak organisasi. Ia menyebut dirinya kerap mengalami body shaming hingga tindakan tidak pantas seperti dicubit secara fisik oleh perwakilan organisasi untuk menunjukkan bagian tubuh yang dianggap ‘harus dikurangi.’ “Saya mengalami body shaming, termasuk insiden di mana perwakilan mencubit saya secara fisik untuk menunjukkan bagian tubuh mana yang ‘harus saya kurangi berat badannya’,” katanya.
Ia menambahkan bahwa perlakuan seperti ini berlangsung terus-menerus dan membuatnya merasa tertekan secara mental. Ia menyebutnya sebagai ‘siksaan mental’ yang merusak harga dirinya. Rachel merasa bahwa standar kecantikan yang dipaksakan kepadanya sangat tidak manusiawi dan membuatnya kehilangan kepercayaan diri selama menjabat.
2. Kondisi Hidup yang Tidak Layak dan Minim Dukungan
Meski menyandang gelar internasional, Rachel mengaku tinggal di rumah tua dan terpencil di Thailand tanpa fasilitas dasar yang layak. Ia bahkan tidak memiliki transportasi, alat masak, atau telepon yang memadai. “Saya vegetarian dan permintaan saya untuk mengisi kulkas dengan buah-buahan diabaikan … Mereka bahkan tidak bisa menyediakan buah untuk saya,” ujarnya.
Selain itu, makanan sering kali datang terlambat atau bahkan tidak sampai sama sekali. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan citra mewah yang biasa ditampilkan oleh organisasi. Rachel merasa dibiarkan hidup dalam keterasingan dan sangat sedikit mendapatkan bantuan, baik secara logistik maupun emosional dari MGI.
3. Masalah Finansial dan Dugaan Suap Voting
Dalam video tersebut, Rachel juga mengungkap bahwa ia hanya menerima gaji pada bulan pertama menjabat, yaitu November. Setelah itu, ia tidak menerima dukungan finansial lagi. “Orang tua saya harus mengirimkan uang kepada saya,” ungkapnya, sambil menambahkan bahwa uang sebesar US$ 1,000 miliknya sempat hilang dalam perjalanan kerja dan pihak organisasi tidak bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Rachel juga menuding bahwa beberapa negara membayar suara dalam bentuk donasi agar perwakilannya menang. “Satu-satunya alasan saya menang adalah karena dukungan publik,” katanya, menyiratkan bahwa ia tidak memiliki dukungan finansial besar tetapi berhasil menang berkat dukungan masyarakat luas, bukan karena permainan uang.
4. Fokus Komersial daripada Visi Sosial
Rachel merasa kecewa karena selama masa jabatannya, ia lebih banyak diminta untuk menjual produk daripada menjalankan misi sosial. Ia bahkan dipaksa melakukan siaran langsung di TikTok untuk mempromosikan produk seperti saus cabai. “Tidak ada advokasi yang nyata,” katanya. Bahkan, presiden MGI, Nawat Itsaragrisil, disebut mengatakan bahwa advokasi adalah hal ‘tidak berguna.’
Padahal, Rachel berharap bisa menggunakan gelarnya untuk menyuarakan isu-isu sosial yang penting. Sayangnya, harapannya itu bertabrakan dengan kepentingan bisnis organisasi yang lebih menekankan pada keuntungan materi daripada nilai-nilai kemanusiaan.
5. Peringatan Terakhir dan Harapan Baru
Di akhir videonya, Rachel memberikan pesan tegas bagi siapa pun yang ingin mengikuti atau mendukung ajang tersebut. “Jika kamu berpikir untuk mendukung atau mengikuti ajang ini, harap benar-benar sadar. Bahkan jika kamu menang, kamu akan sendirian,” ucapnya. Ia mengingatkan bahwa glamor yang terlihat di permukaan bisa menutupi kenyataan yang pahit.
Meski meninggalkan mahkota dan status internasional, Rachel merasa bebas dan lebih kuat. “Saya tidak merasa kehilangan apa pun,” katanya. “Saya merasa telah mendapatkan segalanya. Saya mendapatkan kembali hidup saya dan akhirnya saya bisa bernapas.” Kalimat ini menjadi penutup penuh makna yang menunjukkan tekad dan keberaniannya untuk mengungkap kebenaran.
Simak berita lainnya di sini: